FILSAFAT
A.
Pengertian Filsafat Islam
Filsafat Islam terdiri dari dua kata yakni
filsafat dan Islam. Dalam khasanah ilmu, filsafat diartikan sebagai berfikir
yang bebas, radikal dan berada pada dataran makna. Bebas berarti tidak ada yang
menghalangi pikiran bekerja. Sedangkan kata Islam secara samantik berasal dari
akar kata salima yang artinya menyerahkan, tunduk dan selamat. Islam artinya
menyerahkan diri kepada Allah, dan dengan menyerahkan diri kepadaNya maka ia
memperoleh keselamatan dan kedamaian.[1]
Sebelum sampai pada devinisi Filsafat Islam,
terlebih dahulu kami akan memberikan makna filsafat yang berkembang dikalangan
cendekiawan muslim. Menurut mustofa abdul Razik pemakaian kata filsafat di
kalangan umat islam adalah kata hikmah. Sehingga kata hakim ditempatkan pada
kata failusuf atau hukum Al-Islam(hakim-hakim Islam) sama dengan Falasifatul
Islam (failusuf-failusuf Islam). Al Farabi berkata : failusuf adalah orang yang
menjadikan seluruh kesungguhan dari kehidupannya dan seluruh maksud dari
umurnya mencari hikmah yakni mema’rifati Allah yang mengandung pengertian
mema’rifati kebaikan.
Menurut Mustofa Abdul Rozik, Filsafat Islam
adalah filsafat yang tumbuh di negeri Islam dan dibawah naungan negara Islam,
tanpa memandang agama dan bahasa-bahasa pemiliknya. Pengertian ini diperkuat
oleh Prof. Tara Chand, bahwa orang-orang nasrani dan yahudi yang telah menulis
kitab-kitab filsafat yang bersifat kritis atau terpengaruh oleh islam sebaiknya
dimasukkan ke dalam filsafat Islam.[2]
Filsafat islam adalah perkembangan pemikiran
umat Islam dalam masalah ketuhanan, kenabian, manusia, dan alam semesta yang
disinari ajaran Islam. Adapun devinisinya secara khusus seperti apa yang
dituliskan oleh penulis Islam sebagai berikut.
1. Ibrahim Madkur, filsafat islam adalah pemikiran
yang lahir dalam dunia Islam untuk menjawab tantangan zaman, yang meliputi
Allah dan alam semesta, wahyu dan akal, agama dan filsafat.[3]
2. Ahmad Fuad Al-Ahwany, filsafat Islam adalah
pembahasan tentang alam dan manusia yang disinari ajaran Islam.[4]
3. Muhammad Atif Al-‘Iraqy, filsafat Islam secara
umum di dalamnya tercakup ilmu kalam, ilmu ushul fiqh, ilmu tasawuf, dan ilmu
pengetahuan lainnya yang diciptakan oleh intelektual Islam. Pengertiannya
secara khusus adalah pokok-pokok atau dasar-dasar pemikiran filosofis yang
dikemukakan para filosof muslim.[5]
Jelaslah bahwa filsafat Islam merupakan hasil pemikiran
umat islam secara keseluruhan. Pemikiran umat Islam ini merupakan buah dari
dorongan ajaran Al-Quran dan Hadis.[6]
B.
Pandangan Islam Mengenai Filsafat
Pertemuan Islam ( kaum muslimin ) dengan filsafat ini terjadi pada
abad – abad ke- 8 Masehi abad ke- 2 Hijriyah disaat islam berhasil
mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru yang memiliki adat
istiadat dan peradapan serta kebudayaan baru. Falsafat adalah salah satu dri
kebudayaan asing yang ditemui islam dalam perjalanan sejarahnya.
Dua imperium islam waktu itu yaitu Abbasiyah dengan ibu kota
Bagdad ( di Timur ) dan Umayyah dengan ibu kotanya di cordova (
di barat ) menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan
cendekiawan-cendekiawan dibidang ilmu pengetahuan serta Filosof-filosof yang
masyhur seperti Al-Kindy ( 796 – 973 M ), Al-Faraby ( 870 – 950 M ), Al-Razy
(863 – 965 M ), Ibnu Sina ( 980 – 1037 ), Al-Ghazali ( 1059 – 111 M ), Ibnu Rusyd
( 1126 – 1198 ) dan lain – lain.[7]
Immauel Kant ( 1724 – 1804 ), yang disebut raksasa pikr barat, mengatakan bahwa :
Filsafat itu ilmu pokokdan oangkal dari segala pengetahuan yang mencakup
didalamnya empat persoalan,yaitu :
1. Apakah yang anda ketahui ?
( dijawab oleh metafisika )
2. Apakah yang boleh kita kerjakan ?
( dijawab oleh etika )
3. Sampai dimanakah pengharapan kita ?
( dijawab oleh agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia ?
( dijawab oleh Antropologi )
Dari semua istilah ilsafat itu sama sama
dengan ilmu pengetahuan, jelasnya segala macam pengetahua termasuk filsafat,
bagaimanapun corak pengetahuan itu. Tetapi lambat laun, karena gejala-gejala
yang diketahuinya semakin lama-semakin tertimbun, maka terpaksalah orang
membagi pengalaman – penalamannya menjadi pelbagi lapangan, tiap-tiap lapangan
dengan ilmu pengetahuanda semenjak itu smpitlah arti filsafat, oleh karena itu
semula para filosof disamping ahli filsafat, dalam waktu yang bersaman juga
ahli ilmu pengetahuan. Tegasnya filosof adalah ilmuwan, dan ilmuan adalah
filosof. Begitlah yang terjadi sampai pada saatnya cabang – cabang ilmu
pengethuan tertentu satu demi satu meninggalkan induknya ( filsafat ).
Tiap-tiap manusia yang mulai berpikir tentang diri
sendiri dan tempat-tempatnya dalam dunia, akan menghadapi berbagai persoalan
itu dapat dikelompokan sebagai persoalan – persoalan pokok yang meliputi (1).
Adakah Allah dan siapakah Allah itu, (2). Apa dan siapa manusia itu, (3).
Apakah hakekat dari segala kenyataan, apa maknanya, apa intisarinya ?
Dalam sejarah umat manusia kita melihat bahwa
tiga persoalan tadi sering dijawab dengan agama yang dianut oleh maunusia itu.
Tetapi dilain pihak tidaklah jarang ilmu filsafat berusaha untuk menjawab
persoalan-persoalan itu.
Dr. Ahmad Fuad Al ahwani, guru filsafat di Universitas di Cairo, menyatakan dalam
kitabnya “ Ma’anil Falsafah’ ( Cairo, 1974 ), bahwa filsafat itu adalah sesuatu
yang terletak diantara agama dan ilmu pengetahuan. Ia menyerupai agama alam atu
sisi karena ia mengandung permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diketahui
da dipahami sebelum orang memperoleh pengetahuan dan keyakinan disisi lain
karena ia merupakan sesuatau hasil daripada akal pikiran manusia, tidak hanya
sekedar mendasarkan kepada taklid dan wahyu semata-mata. Dimana ilmu merupakan hasil-hasil pengertian yang
terjangkau dan terbatas, agama dan keyakinannya dapat melangkahi/melamaui
garis-garis pengertian yang terbatas itu.
Antara ilmu pengetahuan dan agama inilah yang
dimaksu filsafat. Banyak persoalan yang tidak bisa dijawab dengan ilmu
pengetahuan, dapat diterima dan dirasakan oleh manusia. Al Ahwani atas dasar
pendirinya itu memberikan pengertia filsafat dalam tiga kesimplan : filsafat
itu adalah peninjauan yang lengkap dan dalam keelruhan mengenai hidup manusia.
Filsafat itu adalah alat untuk menguraikan kesukaran-kesukaran yang terletak
diantara ilmu pengetahuan dan agama. Dan filsafat adalah penggunaan pikiran
yang dapat membawa manusia kepada amal dan kepada suatu tujuan tertentu.
Menenggapi pendapat ini Prof. Dr. H. Abu Bakar Aceh
berkecenderungan untuk memilih dan menetapkan pendapat Al Ahwani tersebut
sebagai “ telah mewakili “ pikiran-pikiran ulama Islam mengenai filsafat. Ita
telah mengetahui dari sejarah – demi kian tegas H. Abu Bakar Aceh – bahwa
pujangga-pujangga dan ahli-ahli pikir Yunani serta filosao-filosof
berikutnyahanya mencari apakah yang menjadi pencipta pertama dari alam semesta
ini, tetapi sedikit sekaliyang mencari apakah faedahnya ada pencipta itudalam
hubungannya dengan keidupan manusia sehari-hari. Tuhan yang dicari adalah Tuhan
yang mati, sedang tuhan yang dipertahankan para filosof dan ulama islam adalah
Tuhan yang hidup, Tuhan yang menguasai seluruh alam semesta ini.[8]
Az-Zamahsyari dalam kitab tafsirnya “ Al- Kasysyal “ ( hlaman 174 –
175 ) menenrangkan bahwa disinalah tempat perselisihan paham pokok antara
ahlussunah yang memegang kuat pada Al-Qur’an dan Hadist, dengan mu’tazillah
yang berdasarkan pengrtian tu kepada akal atau kepada filsafat. Menurut
pengarang tafsir ini, ayat-ayat mukhamat ialah ayat-ayat yang ahnaymempunyai
satu arti, sedang ayat-ayat muttasyabihat adalh ayat yang mempunyai arti lebih
dari satu, sehingga memungkinkan masuknya penafsiran dengan akal manusia dan
ta’wil atau memutarkan artinya dengan berbagai cara. Ulama salaf hanya
mementingkan ayat-ayat hukum atau mukhamat itu, untuk diamalkan dan tida
menganggap penting ayat-ayat mutasyabihat yang artinya dapat ditafsirkan dengan
akal secara aneka ragam. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa filsafat itu bid’ah dan
haram hukumnya.[9]
Sebaliknya banyak ulam islam yang menganggap sangat penting dengan
adanya filsafat, karena dapat membantu dalam menjelaskan isi dalam kandungan Al
– Qur’an dengan keterangan keterangan yang dapat diterima oleh akal manusia
terutama bagi mereka yang baru mengenal Islamdan mereka yang belum kuat
imannya. Imam Al Gazali yang semula menentang filsafat, kemudian berbalik untuk
mempelajari dan banyak menggunakanya untuk uraian-uraian mengenai ilmu tasawuf.
Ulam – ulam semaca inimenganggap besar faedah dari mempelajari filsafat dan
berpendapat bahwa dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat – ayat yang menyuruh kita
untuk berpikir mengenai dirinya dan alam semesta, untuk meyakini adanya Tuhan
sebagai penciptanya “ Tuhan menguraikan himah/filsafat kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan barang siapa yang telah diberi hikmah /filsafat sama
dengan diberkannya kebijakan yang berlimpah. “
Didalam Al-Qur’an dan Hadist banyak ita dapati firman-firman yang
mengutamakan ilmu pengetahuan dan memberi kedudukan yang tinggi kepada orang –
orang alim, ahli penelitian dan ahli pengetahuan.
…يرفع الله الذين امنوامنكم والذين اتوالعلم درجات
“ Allah
mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu akan
beberapa derajat “ (
Q.S. Al Mujadalah 11 )
…انمايخشيالله من عباد٥العلموءا…
“ yang
sebenar-benarnya takut kepada Tuhan ialah orang –orang yang berilmu pengetahuan
“ ( Al Fatir 28
)
ù=Ï?ur ã@»sVøBF{$# $ygç/ÎôØnS Ĩ$¨Z=Ï9 ( $tBur !$ygè=É)÷èt wÎ) tbqßJÎ=»yèø9$# ÇÍÌÈ
“Dan perumpamaan-perumpamaan Ini kami buat untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu” ( Al Ankabut 43 )
Tampak jelas dari uraian-uraian diatas bahwa Islam tidak mencegah
orang untuk mempelajari ilmu filsafat, bahkan menganjurkan orang berfilsafat.,
berpikir menurut logika untuk memperkuat kebenaran yang dibawa oleh Al Qur’an
dengan dalil akal dan pembawaan rasional. Aspek pemikiran dalam Islam terutanma
masalah keimanan, aqidah, ketuhanan, menunjukan pembahasan yang cukup lama
telah dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab pokok dari
ilmu-ilmu yang berbeda-beda, sebagaimana kalam ( dogmatic – scholastic ), dan
tasawuf ( mystico-spirituaistic ).
Diskusi dan polemic keagamaan anatra ulama Islam dengan tokoh agama
non muslim, telah memperkenalkan elemen-elemen asing dari filsafat Yunani,
India dan sebagainya. Tersebab itu bermunculanlah tokoh-tokoh dikalangan Islam, dengan nama-nama besar
sepeti Al Khindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dll. Banyaknya terjemahan
buku-buku asing terutama buku-buku filsafat Yunani lebuh banyak menguak bukti
pentingnya filsafat dalam kancah keilmuan Islam.[10]
Akan halnya Falsafat yang juga dianggap dapat membawa kepada kebenaran, maka islam mengakui bahwa
selain kebenaran Hakiki, masih ada lagi kebenaran yang tidak bersifat absolute,
yaitu kebenaran yang dicapai sebagai hasil usaha akal budi manusia. Akal adalah
anugrah dari Allah SWT kepada manusia. Maka sewajarnya kalau akal mampu pula
mencapai kebenaran, kendatipun kebenaran yang dicapainya itu hanyalah dalam taraf
yang relatif. Oleh sebab itu kalau kebenaran yang relative itu tidak
bertentangan dengan ajaran islam ( Al-Qur’an dan Hadist ) maka kebenaran itu
dapat saja digunakan dalam kehidupan ini.
Kebenaran filasafat dianggap kebenaran spekulatif karena ia berbicara
tentang hal-hal yang abstrak yang tidak dapat dieksperimen, tidak dapat diuj
atau diriset.
Mengenai pandangan islam tentang filsafat , filsafat cukup mendapat
tempat penting dalam Islam dengan beberapa kenyataan :
o Dalam sejarah
Islam pernah muncul filosof-filosof muslim yang terkenal seperti Al Faraby,
Ibnu Sina, Ibnu Rusyd dan lain-lain. Bahkan mereka ini dianggap sebagai mata
rantai yang menghubungkan kembali filsafat Yunani yang pernah menghilang di
barat dan berkat jasa-jasa kaum muslimin maka filsafat tersebut dapat dikenal
kembali oleh orang-orang Barat.
o Terdapatnya
sejumlah ayat-ayat Al-Qur’an yang mendorong pemikiran-pemikiran filosofis.
o Meskipun Islam
member tempat yang layak bagi hidup dan perkembangan filsafat, namun Islam
menilai bahwa falsafat tu hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan.
Falsafat dapat digunakan untuk memperkokoh kedudukan Islam, umpamanya dapat
dijadikan sebagai jalan untuk memperkuat bukti eksistensi Allah SWT.
o Diakui pula
bahwa kebenaran filsafat bersifat nisbi dan spekulatif. Nisbi
artinya relative dan tidak mutlak kebenaranya. Spekulatif artinya kebenaranya
bersifat spekulasi dan tidak dapat dibuktikan secara empiris.
o Jadi tidak
perlu melihat filsafat sebagai momok yang menakutkan tetapi ia harus dipelajari
dengan baik. Dengan demikian kita dapat menggunakan hal – hal yang positif
didalamnya dan membuang hal-hal yang tidak menguntungkan bagi Islam.
C.
Proses Filsafat dalam Rangka Mencapai Iman
Melalui
filsafat orang dapat sampai kepada keyakinan atau sekurang-kurangnya
pengetahuan tentang adanya Tuhan. Tetapi sebaliknya, dengan filsafat orang bias
lari kepada kekafiran dan pembuaian Tuhan. Dengan demikian filsafat itudapat
diandaikan sebagai pisau tajam yang bermata dua, yang dapat dmanfaatkan tetapi
kalau salah menggunakanya dapat membahayakan. Filsafat yang dapat membawa pada
keimanan hanyalah filsafat yang mendalam. Orang yang setengah-setengah belajar
filsafat, cenderung membawa dirinya kepada kekafiran.
[1] Dr. Musa Asyari, Filsafat Islam :Sunnah Nabi Dalam Berfikir, (Yogyakarta
: Lesfi ,2002), Hlm. 1, 5
[3] Ibrahim Madkur, Fi al-Falsafat al-Islamiyyat Mahaj wa
Tathbiquh, Jilid I, (mesir : Dar al-Ma’arif, 1968), Hlm. 19-20
[6] Prof. Dr. H. Sirajuddin
Zar, M.A, Filsafat Islam : Filosof &
Filsafatnya, (Jakarta :Raja Grafindo Persada, 2007), Hlm. 16
[7] Prof. Dr. H. M. Rasjidi
dan Drs. H. Harifuddin Cawidu, Islam
untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta : Bulan Bintang, 1988), Hlm. 87
[8] Prof. Dr. H. Abubakar Aceh, Sejarah Filsafat Islam, CV.
Ramadhoni, Semarang, 1970, hal 12.
[9] Dra. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, BUMI AKSARA,
Jakarta, 1992, hal 66.
[10] Prof. Dr. Muhammad Hamidullah, op.cit, hal 239.
1 komentar:
terimaksaih ya,,,sudah memposting pandangan islam tentang filsafat,,ini membantuku dalam membuat tugas kuliahku....
Posting Komentar